Mei
07
2013
Posted in
Tuhan dan sains seharusnya tidak pernah berlawanan. Mengapa? Karena sains pastilah diciptakan Tuhan. Dan gw termasuk orang yang percaya bahwa sains merupakan alat bantu/penunjang yang diciptakan Tuhan untuk memahami dan melakukan kehendak Tuhan. Salah satunya sains tubuh manusia, jadi penting banget memahami mekanisme kerja otak, kerja tubuh, untuk bisa melakukan kehendak Tuhan. Untuk bisa menahan emosi dalam kaitan menyangkal diri misalnya, maka jauhi makanan berlemak. Untuk bisa berpikir jernih, maka dibutuhkan istirahat yang cukup; dan sejenisnya.
Makanya
jadi Kristen itu gak gampang, Kristen kan berarti seperti Kristus; menguasai
diri dalam segala hal. Untuk bisa menguasai diri ya loe harus kenalin luar
dalam diri loe, mekanismenya, prosesnya, dan etc. Dan proses memahami diri
untuk kemudian menguasainya itu sama makna dengan Lukas 14:28-33. Hitung
anggarannya, lihat kekuatan diri loe, sanggup gak menaklukannya? Dan kalo loe
udah paham mekanismenya, gw yakin pasti banyak di antara loe yang bilang:
"Wah ini mah berat banget, untuk gak punya keinginan diri sendiri selain
keinginan Tuhan seperti jadi orang mati". Emang berat, emang secara
hitung-hitungan normal manusia tidak akan bisa mematikan keinginan dirinya
sendiri. Makanya loe nekat aja. :D
Stimulus
yang disampaikan ke jiwa juga merupakan hal yang, IMO, penting untuk dipahami
luar dalam. Karena stimulus yang sampai ke jiwa ini, maka kita tidak/bisa
melakukan dosa. Di Facebook gw, ada teman yang memasang status “ternyata
stimulus ada yang dari luar juga ya...”. Status ini menarik perhatian gw, hmm...apakah
bener ada ya stimulus dari luar? Karena selama ini proses
stimulus-organisme-respon yang gw alami selalu berlangsung di internal
diri.
Gw coba
simulasi kasus, dan sampailah pada suatu kesimpulan: “Stimulus itu berasal dari
dalam diri manusia, karena baik stimulus yang berasal dari daging atau dari
roh, adanya di dalam diri sendiri.” Sisa artikel selanjutnya akan gw paparkan
alasannya.
Contoh
kasus:
- Seseorang yang dulunya ‘sakit’
hobi gadget terbaru, saat melihat iklan peluncuran
telepon pintar terbaru pasti berdesir dagingnya. ‘Kesalahan’ bukan pada
iklannya (meskipun sebenarnya iklan dirancang agar orang yang melihat/mendengar
iklan tergiur untuk melakukan transaksi pembelian), namun karena di dalam diri
orang itu ada ‘daging’ yang segera merespons pesan iklan yang ditangkap panca
indera lalu mengirimkan stimulus keinginan mata (mungkin juga bersama dengan
stimulus keangkuhan hidup) kepada jiwa.
- Saat mendengar atau mengikuti
khotbah SK, biasanya jiwa kita tidak berhenti mengucapkan “amin Tuhan” “ya
Tuhan” “saya mau Tuhan”. Stimulus yang datang bukan dari khotbahnya, tapi
karena ada roh dalam diri kita yang segera merespons pesan khotbah SK yang ditangkap
panca indera lalu mengirimkan stimulus kepada jiwa.
Menurut pendapat gw, ransang/stimulus ke jiwa
hanya bisa diberikan oleh daging atau oleh roh. Dan keduanya ada di dalam diri. Sementara hal yg menyebabkan terjadinya stimulus adalah pemantik/pemicu yg ditangkap panca indera
(jika pemantik dari luar).
Alasan
gw lainnya bahwa stimulus berasal dari dalam diri kita adalah begini:
- Jika stimulus berasal dari luar
diri kita, maka ada kemungkinan kita menyalahkan pihak luar sebagai ‘kambing
hitam’ yang memprovokasi kita saat kita melakukan dosa. Padahal kita berdosa ya
karena kita memilih (dengan free
will) untuk berdosa.
- Jika stimulus berasal dari luar
diri kita, maka ada kemungkinan kita mengagungkan pribadi manusia/sebuah institusi
secara berlebihan. Hal ini selain berdosa bagi diri kita, juga berpotensi
menjatuhkan pribadi/institusi tersebut.
Lalu
apa dong istilahnya? Gw sih mengistilahkan contoh iklan gadget dan khotbah SK itu sebagai pemantik
(seperti korek api) timbulnya stimulus. Penyebab timbulnya stimulus. Mengapa
disebut pemantik? Karena –balik lagi ke simulasi kasus- ada orang yang bisa
terkena stimulus keinginan mata dan keangkuhan hidup saat melihat iklan gadget, tapi ada juga yang
datar aja gitu saat melihat iklan tersebut. Lalu stimulus sendiri apa dong? IMO
sik, ide/pesan/informasi yang dikirimkan daging atau roh ke jiwa, dengan tujuan
agar jiwa mengakses/menyetujui/mengeksekusi-nya dalam bentuk pikiran,
perkataan, perbuatan.
Lalu
mengapa dalam psikologi, pemantik dalam istilah gw, diartikan sebagai stimulus
ya? IMO, sekali lagi menurut gw, karena ilmu psikologi tidak memperhitungkan
komunikasi internal yang terjadi antara roh atau daging dengan jiwa. Bagi ilmu
psikologi, stimulus datang kepada organisme (manusia) dan terjadilah respon.
Tadinya gw juga bingung, ini "sesuatu yg
menyebabkan stimulus" kan sebenarnya stimulus juga ya? Masa stimulus disebabkan stimulus? Cuma memang tubuh manusia itu...ya begitu deh. Saat
Erick berbuat dosa, sebenarnya jiwa Erick ya dipengaruhi daging Erick. Jadi
saat Erick berbuat dosa, ya bener2 100% karena Erick. Jiwa Erick, daging Erick,
roh Erick, ya Erick juga kan namanya.
Lalu gw sadari bahwa yg memberi input/informasi/ajakan/stimulus kepada jiwa manusia (untuk melakukan/tidak
melakukan) sebenarnya ada 2: daging atau roh.
Simulasi kasus deh ya. Meskipun gw sedang dinasihati oleh Ibu
gw, tetep saja yg akan memberi masukan ke jiwa u/ menerima/tdk menerima nasihat
Ibu gw adalah daging, atau roh. Lalu nasihat Ibu gw itu berperan sebagai
apa dong? Nah...di sini seperti yg gw tuliskan bahwa gw sempet bingung.
Apakah stimulus? Tapi masa stimulus disebabkan stimulus? Kondisi pra stimulus?
Bisa jadi. Tapi apa namanya? Ya udah gw milih pemantik/pemicu stimulus.
Jadi mengapa saya membedakan stimulus dan
pemantik, karena, IMO, yg namanya stimulus hanya
bisa dihantarkan oleh daging atau roh kepada jiwa. Sementara
kondisi/sesuatu yang menyebabkan stimulus timbul
gw istilahkan pemantik. Bisa juga diistilahkan pra stimulus atau
apapun namanya. Cuma secara bentuk, ya sesuatu inilah yg menyebabkan stimulus timbul di area daging atau roh, untuk kemudian
dihantarkan kepada jiwa guna diputuskan nasibnya: dilakukan/tidak dilakukan.
Dan semua pemantik yang ditujukan untuk roh kita pasti berasal dari Roh Kudus,
sebaliknya, semua pemantik yang ditujukan untuk daging kita pasti berasal dari
dunia/iblis.
Lalu,
kalau tidak ada pemantik, maka tidak ada stimulus (yang dihantarkan daging),
dan artinya orang tidak bisa berbuat dosa? Secara teori iya. Cuma selama
manusia hidup, rasanya tidak mungkin terdapat kondisi tidak ada pemantik dalam
hidup kita, hal ini dikarenakan pemantik bisa berasal dari luar diri kita
seperti iklan gadget dan khotbah SK, namun juga bisa
berasal dari dalam diri kita seperti rasa lapar haus, atau rasa kebelet
misalnya. Lagipula jika tidak terdapat pemantik ini, maka manusia juga tidak
bisa mencapai kondisi menjadi manusia seperti yang dikehendaki Tuhan, harus ada
ujian baru bisa mendapat kenaikan kelas bukan. Dan jika tidak terdapat
pemantik, berarti kita tidak mendapat tuntunan pemahaman Alkitab juga.
Satu
hal yang, menurut gw, membuat pemantik efektif banget untuk membangkitkan
stimulus: Masa lalu. Otak manusia itu seperti komputer, jika dulu terdapat corrupted file bernama “gila gadget terbaru”, maka
setelah hidup baru tidak serta merta file itu terhapus secara otomatis, masih
ada sisa-sisanya di bagian yang tersembunyi di otak. Maka saat melihat iklan gadget tersebut, si daging lebih mudah dalam
mengirimkan stimulus keinginan mata untuk meyakinkan jiwa agar
tergiur/mengingini gadget tersebut, karena si jiwa sendiri dulu
pernah merasakan dan kemudian mengingat kembali kenikmatan memiliki gadget terbaru. Hal ini berlaku pula untuk
pemantik stimulus roh. Makanya penting banget deh untuk menanamkan file “Cinta
Tuhan dengan segenap hidup” sedari dini kepada anak-anak kita.
Corrupted
file ini
bisa hilang memang, namun melalui proses pembersihan yang konstan, yaitu (IMO):
Saat melihat iklan gadget terbaru lainnya, segera pasang
kuda-kuda untuk memblok stimulus.
Ok...sekian
dulu dari gw, makasi untuk perhatiannya. Btw gw tau banget, konsep stimulus gw
beda sama konsep stimulus yang ada di kamus psikologi, maka itu kalau mau komen
silakan lho. GBU!