Welcome Message

Mengapa kita hidup di dunia ini? Untuk apakah kita hidup di dunia ini? Pertanyaan mendasar yang jawabannya akan menentukan cara kita hidup, dan bagaimana kita hidup. Apakah bermakna atau sia-sia...

twitter

Follow on Tweets

Kenyataan Yang Menguatkan

Posted in


Note: Btw setelah Anda membaca ini please don’t do this:


1. Menganggap diri saya lebih tinggi (dalam hal rohani) dari keadaan saya sebenarnya, saya manusia biasa yang hidup di dunia ini, artinya saya pun masih berjuang untuk mematikan ‘diri’ saya setiap hari.


2. Menganggap bahwa ini adalah kosmetik. To be honest, saya tulus hanya mau berbagi aja kok. Tidak ada motif mencari pujian (makanya saya bilang di poin 1 seperti itu).



Akhir-akhir ini naik motor menjadi lebih menyenangkan. Kok bisa? Naik motor kan lebih banyak gak enaknya dibanding enaknya??? Iya sih, cuma mengapa saya bilang demikian karena saat mengemudi, pikiran bawah sadar saya banyak memunculkan hal-hal yang sangat dalam (menurut saya).


Tadi juga begitu, saat sedang menyanyi:


“Ya Tuhanku, aku hendak bermazmur bagi-Mu selagi ku hidup”


“Ya Allahku, aku hendak bernyanyi bagi-Mu selagi ku ada” (dalam hati saya berkata: “Ya Tuhan, saya mau itu dalam hidup saya, tidak hanya nyanyian kata-kata namun nyanyian hidup)


“Inilah yang kuserukan kepada-Mu, nyanyian, pujian, dan pengangungan kepada-Mu” (dalam hati saya: “Ya Tuhan, saya mau seumur hidup saya adalah nyanyian, pujian dan pengagungan untuk-Mu)


“Biarlah manis Kau dengar Tuhan…manis Kau dengar Tuhan” (dalam hati saya: “Ya Tuhan, saya mau hidup saya manis di hadapan Tuhan, memuaskan hati Tuhan, menyenangkan hati-Mu, and I really want to do it precisely”)


“Dan hatiku bersuka karena-Mu”


Dari menyanyikan lagu di atas, timbul suatu pemikiran ini: Ternyata kenyataan bahwa hidup kita ini harus memuaskan hati Tuhan, menyenangkan-Nya, manis di hadapan-Nya; akan memberikan kekuatan bagi kita dalam menjalani kehidupan ini dan segala peranannya. Setidaknya hal ini berlaku bagi saya.


Lucunya, dulu pada saat sedang salah asuhan, saya merasa mendapat kekuatan saat menyanyikan lagu-lagu yang menyatakan bahwa “Tuhan akan menolong, menggendong, menyembuhkan, mengeluarkan saya dari masalah”. Bener-bener bayiiiii banget.


Nah itu pengalaman saya, ada yang ingin berbagi pengalamannya? Feel free for share.

Menahan diri vs Mengendalikan diri

Posted in


Menahan diri vs Mengendalikan diri


Saat melihat judul di atas apa yang ada dibenak Anda? “Kok bisa???” Mungkin itulah kata yang akan muncul. Ya karena bagi sebagian besar kita kedua kata itu adalah serupa atau mirip bak saudara kandung. Padahal sesungguhnya sangat berbeda. Apa bedanya? Saya coba bedah ya, setajam silet (iklan..hahaha…)


1. Menahan diri adalah tindakan kompromi dengan hasrat/keinginan diri yang muncul menuntut untuk dipuaskan. Jadi seandainya ingin punya handphone, orang yang menahan diri akan kompromi dengan keinginannya itu dan berkata: “Nanti aja ya tunggu gajian” atau “Nanti aja nunggu hape yang ini dijual dulu”. Sementara mengendalikan diri adalah tindakan mematikan hasrat/keinginan diri tersebut. Untuk contoh yang sama, orang yang mengendalikan diri akan berkata: “Ah gw gak mau ingin itu”. Langsung dibunuh hasrat itu.


2. Menahan diri itu mirip seperti tindakan membuka pintu bagi pencuri. Meskipun tidak dipersilakan masuk, namun kemungkinan untuk dapat masuk dan menguasai rumah sedemikian besar karena tuan rumah sudah membuka pintu. Sementara mengendalikan diri seperti menutup rapat-rapat pintu bagi pencuri dan mengeluarkan ujung pistol dari lubang kecil yang mengarah ke kepala pencuri.


Baru ketemu yang dua itu, kalo menurut Anda gimana? Feel free to share!


Duh Keinget Lagi!

Posted in


Well…isi arikel kali ini masih terkait dengan artikel sebelumnya, "Pesan dari Pooh". Jika belum sempat melihatnya silakan klik di sini.


Jadi setelah kita menyadari bahwa yang penting adalah bagaimana kita menjalani sisa hidup kita di dunia ini untuk berkenan di hadapan Tuhan/mengerjakan keselamatan, maka kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa setiap peranan dalam hidup yang sedang kita jalani itu adalah pelayanan kita. Maka yang dimaknai sebagai pelayanan bukan lagi hanya saat: Menjadi kolektan, menjadi pemusik Gereja, WL, singer, pengkhotbah, guru Sekolah Minggu, dan sebagainya. Namun yang dimaknai sebagai pelayanan kita kepada Tuhan adalah peranan kita sebagai:

- Kepala keluarga bagi keluarga kita

- Suami/istri bagi pasangan kita

- Ayah/Ibu bagi anak-anak kita

- Anak bagi orang tua kita

- Adik/Kakak bagi saudara-saudara kita

- Om/Tante bagi keponakan kita

- Cucu bagi kakek nenek kita

- Karyawan di kantor

- Pemilik usaha yang harus memberikan penghidupan bagi karyawan-karyawan kita

- Pimpinan bagi para anak buah kita

- Bawahan dari atasan kita

- Tetangga di lingkungan kita

- Ketua RT atau RW di lingkungan kita

- Dsb


Banyak banget kan? Itulah ladang pelayanan kita kepada Tuhan. Jika kita begitu ingin menyenangkan hati Tuhan, maka seharusnya kita melakukan yang terbaik/termaksimal dalam setiap peranan kita itu. Tapi apakah mudah? Tidak.


Karena si iblis tidak rela melepaskan kita begitu saja, dia selalu berusaha menjatuhkan kita. Salah satunya dengan membangkitkan ingatan akan kenikmatan kita saat dahulu menghidupi manusia lama kita. Jika dulu kita dibelenggu dengan keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup, maka setelah kita bertobat dan berkomitmen hidup berkenan di hadapan Tuhan, tidak otomatis membuat kita bebas dari godaan untuk kembali hidup dalam belenggu tersebut. Malahan (IMO) godaan itu semakin besar, hal peristiwa sekecil apa pun bisa menjadi celah agar godaan itu masuk. Cuma bedanya dengan keadaan dahulu saat hidup di manusia lama adalah: Saat ini kita sadar bahwa kita mempunyai pilihan untuk mau/tidak memuaskan diri kita sendiri dari godaan tersebut. Sementara kalau dulu kan kita manuut aja saat menerima godaan tersebut.


Contoh ya: Saat melihat iklan gadget terbaru, bisa aja timbul niat untuk membeli gadget tersebut, (karena mengingat kenyamanan saat menggunakan gadget itu, prestise atau pujian yang diterima karena memakai gadget tersebut, dan kenikmatan diri karena menggunakan gadget itu) meskipun gadget yang ada saat ini sebenarnya sudah memadai untuk dipakai melakukan setiap aktivitas saya. Dan saat ke kantor, orang-orang seisi kantor pun ramai membicarakan berbagai kelebihan gadget baru itu, dan saat makan siang saya pun melihat merk gadget itu sedang melakukan pameran, makin tebel aja kan tuh godaannya? Tapi tetep aja keputusannya ada di tangan saya untuk membeli atau tidak.


Coba ganti contoh godaan keinginan mata di atas dengan godaan khas: Keinginan daging (libido seks dan kerakusan akan makanan), keangkuhan hidup (mendapatkan pengakuan). Polanya mirip-mirip deh, diri kita dibawa kepada ingatan akan kenikmatan kita saat dahulu memuaskan diri.


Bagaimana menurut Anda? Please feel free for sharing and comments.


Sumber gambar: Google.co.id

Pesan Dari Pooh

Posted in


Tadi saya dan keluarga besar menonton Kungfu Panda untuk ke 2 kalinya, ya kedua kali karena memang yang kedua ini bersama dengan ponakan. Dan karena kedua kali, maka tontonan kali ini bisa lebih fokus kepada pesan-pesan yang terkandung dalam film itu, dibanding saat pertama kali yang dipenuhi dengan tawa yang membahana.


Ada satu pesan yang menancap cukup dalam bagi saya, sehingga saya merenunginya. Yaitu adegan-adegan terakhir saat si Pooh (panda endut itu) berkata: “Yang penting bukan masa lalumu yang pahit, tapi hal kamu akan menjadi apa di masa depan”. Daleeeem bangeet!


Bagi saya, jika ditranslate ke perjalanan hidup saya sebagai Kristiani, maka kata-kata itu akan menjadi: “Yang penting bukan kehidupan manusia lama kamu yang rusak oleh berbagai dosa yang kamu lakukan untuk kepuasan diri kamu (karena saat kita melakukan sesuatu untuk kepuasan diri kita itu sama dengan dosa, memberontak kepada Tuhan), itu masa lalu yang Tuhan sudah ampuni saat kamu sadar, mengaku, menyesal dan bertobat. Yang penting adalah bagaimana kamu menjalani sisa hidup kamu di dunia ini selanjutnya: Menjadi manusia Allah seperti yang telah dirancang-Nya bagi manusia pada mulanya dengan role modelnya Tuhan Yesus ATAU justru memberontak kembali pada Tuhan?”


Saya percaya, bahwa dalam setiap langkah kehidupan kita Tuhan selalu berbicara, yang perlu kita lakukan adalah mempunyai kepekaan untuk memahami dan mendengar suara-Nya. Jadi komitmen apa yang sudah kita ambil untuk menjalani sisa kehidupan kita ini?


Sumber gambar: Google.com

KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Powered By Blogger