Feb
24
2010
Posted in
Judul di atas diambil dari renungan saya kemarin (22 Pebruari 2010) di buku Santapan Harian. Isi tulisan di bawah merupakan renungan pada hari itu dicampur dengan hasil perenungan saya.
Tidak ada maksud apa-apa cuma ingin berbagi.
---------------------------------------------------------------
Bacaan : Matius 19 : 1-12; Maleakhi 2 : 14-16; Matius 5 : 31-32; 1 Korintus 7 : 10-11
Menurut suatu survey yang diadakan di Amerika Serikat, lima di antara sepuluh pernikahan berakhir dalam perselisihan dan perceraian yang pahit. Kelima sisanya tetap utuh seumur hidup, tetapi dengan derajat ketidakharmonisan yang berlainan. Lama kelamaan perceraian jadi hal lumrah.
Dengan maksud untuk mencobai Yesus, orang Farisi menanyakan masalah perceraian kepada Yesus. Mereka ingin melibatkan Yesus dalam pertentangan pendapat di antara dua aliran Farisi, yaitu Shammai dan Hillel. Shammai ketat mengajarkan bahwa seseorang laki-laki hanya boleh menceraikan istrinya bila kedapatan berzina. Hillel lebih kendur mengajarkan bahwa seorang laki-laki boleh menceraikan istrinya dengan alasan apa pun. Yesus tidak masuk ke dalam pertentangan mereka, melainkan IA membawa mereka kembali kepada tujuan semula ALLAH mendirikan institusi pernikahan. Yaitu agar laki-laki dan perempuan menjadi satu kesatuan dari dua pribadi yang berbeda latar belakang, kebiasaan, budaya, sifat, konsep berpikir, dan perilaku. Mereka harus meninggalkan dan menyingkirkan segala hal dan ikatan yang dapat menghambat keharmonisan dan kesatuan mereka. Apa yang telah dipersatukan TUHAN, tidak boleh diceraikan manusia (ayat 6). Musa mengizinkan perceraian (Ulangan 24 : 1) karena ketegaran dan kedegilan hati orang Israel yang suka melawan aturan dan kehendak TUHAN. Padahal sejak awal TUHAN membenci perceraian (Maleakhi 2 : 16). Perceraian juga akan menimbulkan luka mendalam bagi masing-masing pasangan maupun anak-anak mereka. Poin-poin yang harus diperhatikan dalam pernikahan Kristen sebagai berikut :
- Tidak boleh ada perceraian dalam pernikahan orang Kristen.
- Siapa yang bercerai hanya karena zinah, itu pun baik mantan suami atau mantan istri tidak boleh menikah lagi, kecuali rujuk kembali.
- Jika bukan karena zinah seseorang menceraikan pasangannya, berarti ia telah menjadikan pasangannya berzinah.
- Jika sesudah bercerai menikah lagi dengan orang lain, maka ia berzinah dengan orang lain itu.
- Dan orang yang menikah dengan pria atau wanita yang diceraikan berarti orang itu berbuat zinah.
Lihat saja, tidak ada celah untuk bercerai dalam pernikahan Kristen bukan? Kecuali karena zinah. Dan jika sudah bercerai pun, harus hidup tanpa suami atau istri kecuali kembali berdamai (rujuk).
Dengan anugerah TUHAN dan kesetiaan, kita harus memelihara pernikahan kita. Tuntutan TUHAN terhadap pernikahan memang ketat, tetapi hal ini tidak harus membuat kita memilih hidup membujang saja. Ada karunia khusus untuk seseorang membujang, yaitu agar fokus dalam melayani TUHAN dan membawa orang-orang datang kepada Kristus.
Sumber foto : xcavator.net