Welcome Message

Mengapa kita hidup di dunia ini? Untuk apakah kita hidup di dunia ini? Pertanyaan mendasar yang jawabannya akan menentukan cara kita hidup, dan bagaimana kita hidup. Apakah bermakna atau sia-sia...

twitter

Follow on Tweets

Perceraian Bukan Kehendak TUHAN

Posted in


Judul di atas diambil dari renungan saya kemarin (22 Pebruari 2010) di buku Santapan Harian. Isi tulisan di bawah merupakan renungan pada hari itu dicampur dengan hasil perenungan saya.

Tidak ada maksud apa-apa cuma ingin berbagi.

---------------------------------------------------------------
Bacaan : Matius 19 : 1-12; Maleakhi 2 : 14-16; Matius 5 : 31-32; 1 Korintus 7 : 10-11

Menurut suatu survey yang diadakan di Amerika Serikat, lima di antara sepuluh pernikahan berakhir dalam perselisihan dan perceraian yang pahit. Kelima sisanya tetap utuh seumur hidup, tetapi dengan derajat ketidakharmonisan yang berlainan. Lama kelamaan perceraian jadi hal lumrah.

Dengan maksud untuk mencobai Yesus, orang Farisi menanyakan masalah perceraian kepada Yesus. Mereka ingin melibatkan Yesus dalam pertentangan pendapat di antara dua aliran Farisi, yaitu Shammai dan Hillel. Shammai ketat mengajarkan bahwa seseorang laki-laki hanya boleh menceraikan istrinya bila kedapatan berzina. Hillel lebih kendur mengajarkan bahwa seorang laki-laki boleh menceraikan istrinya dengan alasan apa pun. Yesus tidak masuk ke dalam pertentangan mereka, melainkan IA membawa mereka kembali kepada tujuan semula ALLAH mendirikan institusi pernikahan. Yaitu agar laki-laki dan perempuan menjadi satu kesatuan dari dua pribadi yang berbeda latar belakang, kebiasaan, budaya, sifat, konsep berpikir, dan perilaku. Mereka harus meninggalkan dan menyingkirkan segala hal dan ikatan yang dapat menghambat keharmonisan dan kesatuan mereka. Apa yang telah dipersatukan TUHAN, tidak boleh diceraikan manusia (ayat 6). Musa mengizinkan perceraian (Ulangan 24 : 1) karena ketegaran dan kedegilan hati orang Israel yang suka melawan aturan dan kehendak TUHAN. Padahal sejak awal TUHAN membenci perceraian (Maleakhi 2 : 16). Perceraian juga akan menimbulkan luka mendalam bagi masing-masing pasangan maupun anak-anak mereka. Poin-poin yang harus diperhatikan dalam pernikahan Kristen sebagai berikut :
- Tidak boleh ada perceraian dalam pernikahan orang Kristen.
- Siapa yang bercerai hanya karena zinah, itu pun baik mantan suami atau mantan istri tidak boleh menikah lagi, kecuali rujuk kembali.
- Jika bukan karena zinah seseorang menceraikan pasangannya, berarti ia telah menjadikan pasangannya berzinah.
- Jika sesudah bercerai menikah lagi dengan orang lain, maka ia berzinah dengan orang lain itu.
- Dan orang yang menikah dengan pria atau wanita yang diceraikan berarti orang itu berbuat zinah.

Lihat saja, tidak ada celah untuk bercerai dalam pernikahan Kristen bukan? Kecuali karena zinah. Dan jika sudah bercerai pun, harus hidup tanpa suami atau istri kecuali kembali berdamai (rujuk).

Dengan anugerah TUHAN dan kesetiaan, kita harus memelihara pernikahan kita. Tuntutan TUHAN terhadap pernikahan memang ketat, tetapi hal ini tidak harus membuat kita memilih hidup membujang saja. Ada karunia khusus untuk seseorang membujang, yaitu agar fokus dalam melayani TUHAN dan membawa orang-orang datang kepada Kristus.


Sumber foto : xcavator.net

Comments (5)

Ada pertanyaan kepada saya di milis sebagai berikut :

1. Bagaimana sikap kita sebagai orang Kristen bila seseorang yg belum percaya bercerai, lalu bertobat dan jadi Kristen, lalu menikah lagi? Apakah hal ini dianggap berzina juga?

2. Bagaimana bila seseorang (katakanlah si A) berzinah, lalu menceraikan pasangannya (katakanlah si C), lalu si A menikah lagi dengan orang lain setelah itu? Apakah hal ini membebaskan si C untuk menikah lagi tanpa dikategorikan "berzinah"? Karena ketika si A menikah lagi, bukankah pintu untuk rujuk dengan C sudah tertutup karena si A sudah punya pasangan lagi? Kalau A dan C rujuk, si A malah jadi berzinah dobel dong ...

Saya mengamini firman Tuhan yg disampaikan di bawah, tapi sekedar ingin menarik Firman Tuhan itu ke realita hidup kita sehari-hari.

Jawaban yang saya berikan adalah sebagai berikut :
Dengan keterbatasan saya, saya mencoba menjawab. Sebelum sampai ke jawaban, ijinkan saya mengetengahkan pandangan saya tentang "Menjadi Kristen" sekali lagi ini adalah sudut pandang saya.

1. Menurut saya menjadi Kristen tidak berhenti pada mulut mengaku dan hati percaya bahwa Yesus Kristus adalah TUHAN. Namun diri kita juga dituntut membuktikan kualitas iman kita kepada TUHAN Yesus, agar jangan sampai pada hari penghakiman nanti, saat kita mengaku kenal TUHAN Yesus, namun sebaliknya Sang Raja Alam Semesta tidak mengakui kita.

2. Cara membuktikan kualitas iman kita kepada TUHAN Yesus adalah dengan memperagakan pribadi Kristus. gaya hidup Kristus, sepikiran dengan TUHAN. Memang sekilas kedengarannya mustahil. Namun pasti kita mampu, karena hidup kita ini sendiri itu adalah waktunya, jadi harus ada komitmen yang kuat dan berusaha dengan sangat keras untuk melakukannya.

3. Namun kalau kita mengandalkan diri kita sendiri, pasti kita akan gagal, dan pada akhirnya jenuh untuk melakukannya. Karena itu kita harus menyerahkan diri kita, hidup kita sebagai Persembahan yang hidup, yang kudus, yang berkenan kepada BAPA. Untuk dimiliki, dipunyai, dikuasai oleh BAPA. Singkatnya mematikan keinginan daging dalam diri kita. Ini hal yang tidak mudah. Namun bisa dilakukan. Setiap ada pikiran, hasrat, ide, apapun juga yang muncul harus kita uji dengan pertanyaan ini : "Kalau saya melakukan hal ini TUHAN dimuliakan gak ya?" Memang bisa aja ada pikiran, hasrat, ide, apapun juga yang muncul terdengar baik, namun sebenarnya hal itu gak berkenan di mata TUHAN. Jadi harus ada kepekaan untuk mendengar suara TUHAN, yang bisa dipupuk melalui persekutuan yang erat dan melekat dengan TUHAN dalam setiap nafas kehidupan kita.

Setelah sampai di sini, barulah kita bisa menjawab pertanyaan :
1. Bagaimana sikap kita sebagai orang Kristen bila seseorang yg belum percaya bercerai, lalu bertobat dan jadi Kristen, lalu menikah lagi? Apakah hal ini dianggap berzina juga?
Jawab : Jika si petobat baru ini menjalani kehidupan persekutuan dengan TUHAN Yesus melekat dan erat, hidup sebagai Kristen yang sejati. Dirinya dapat membedakan sebelum menjalani pernikahan yang kedua, apakah pernikahan ini kehendak TUHAN atau hasrat keinginan daging belaka?

2. Bagaimana bila seseorang (katakanlah si A) berzinah, lalu menceraikan pasangannya (katakanlah si C), lalu si A menikah lagi dengan orang lain setelah itu? Apakah hal ini membebaskan si C untuk menikah lagi tanpa dikategorikan "berzinah"? Karena ketika si A menikah lagi, bukankah pintu untuk rujuk dengan C sudah tertutup karena si A sudah punya pasangan lagi? Kalau A dan C rujuk, si A malah jadi berzinah dobel dong ...
Jawab : Fokus pada pertanyaan ini berada pada si C. Sebaiknya si C kembali membina hubungan persekutuannya dengan TUHAN. Berusaha untuk hidup melekat erat dengan TUHAN. Sehingga dapat memahami kehendak TUHAN untuk hidupnya. Ingat bahwa kita (manusia) diciptakan bukan untuk manusia, tetapi untuk TUHAN.

Meski terdengar seperti perkataan yang tidak "down to earth" namun hal ini harus dan mungkin untuk kita lakukan. Asal kita mau dibentuk dan diproses oleh TUHAN. Biasanya, pada saat sengsara dan nestapa, manusia lebih mudah untuk dibentuk dan diproses oleh TUHAN.

Note : Pertanyaan dan jawaban ini diposting sebagai jawaban jika ada pengunjung yang ingin bertanya tentang hal serupa. Segala kemuliaan hanya bagi TUHAN semata!!!

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Thank u Erick, blog nya keren loh... gak nyangka deh gue, lo jago nulis. Yah memang kalo mau pake standart FT tegas bgt! gak bisa di reduksi sedikit pun. Utk bercerai alasannya bisa byk mulai dari: gak cocok, jatuh cinta lagi, pasangan sakit keras, pasangan hobby selingkuh, pasangan terlibat narkoba, KDRT, suami gak bisa cari duit, judi, mabok dll. Sedangkan alasan utk mempertahankan itu sangat sedikit hehehe.... (CUKUP satu yah alasannya karena… KASIH).

Gue sering liat kadang ada kasus berat yg memang sulit bgt utk diselesaikan hingga perceraian tdk bisa dihindari. Akhirnya kesimpulan gue, bkn maksud menyetujui perceraian…. utk yg sudah terlanjur bercerai n menikah lagi dgn kasus2 tertentu (sprti pertanyaan2 lo) gue gak tahu deh hehehe… ini pikiran gue ajah, apa kiranya Tuhan punya "kebijaksanaan2" yg tak terpikirkan kita (manusia fana) hehehe... cukup berat jg yah... bercerai gak boleh nikah lagi, hanya segelintir org yg sanggup menjalaninya. Tetap ajah kalo gak nikah jg muncul pertanyaan2, bisa jaga kekudusan gak? bisa gak zinah gak? bisa bertahan brp lama? dsb.

Kiranya menjd warning berat bagi gue pribadi n teman2 lain yg blm pernah nikah - msh single tp udah byk belajar ttg kebenaran yg benar-benar… benar! :)

To Natalia :
Mungkin gak sih pasangan yang bercerai, mengawali kebersamaannya dari start yang salah? Maksudnya jauh sebelum menikah, bahkan ketika si cowo or cewe saling melakukan PDKT, apakah sudah bertanya ke TUHAN dulu?

Gw belajar sih dari hidup gw sendiri,kalau mau perjalanan bagus dan finish bagus maka titik startnya pun harus bagus. Awali dengan bertanya pada TUHAN, "BAPA berkenan gak kalo saya deketin cewe (konteks gw) ini?"

Meski kadang juga, pilihan yang ada terlihat baik. Entah itu terlihat baik karena kita dipengaruhi oleh emosi (nafsu?) sesaat, atau memang itu dari TUHAN? Ini yang harus kita telaah lenih lanjut.

Thanks for opinion Nat!!! GBU

Posting Komentar

KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Powered By Blogger